Ini mungkin sebuah pengalaman
yang paling gila (menurutku),
karena orang pertama yang
mengajarkan seks kepadaku
adalah kakak kandungku sendiri.
Aku adalah seorang gadis berumur 18 tahun,
dan kakakku sendiri berusia 23
tahun. Sudah lama aku
mengetahui kelainan yang ada
pada diri kakakku. Karena ia
sering mengajak teman
perempuannya untuk tidur di
rumah, dan karena kamarku berada persis di sebelah
kamarnya, aku sering
mendengar suara-suara aneh,
yang kemudian kusadari adalah
suara rintihan dan kadang pula
teriakan-teriakan tertahan. Tentu saja meskipun orang
tuaku ada di rumah mereka tak
menaruh curiga, sebab kakakku
sendiri adalah seorang gadis.
Ketika aku mencoba
menanyakannya pada awal Agustus 2010, kakakku sama
sekali tidak berusaha
menampiknya. Ia mengakui
terus terang kalau ia masuk
sebuah klub lesbian di
kampusnya, begitu juga dengan kekasihnya. Waktu itu aku
merasa jijik sekaligus iba
padanya, karena aku menyadari
ada faktor psikologis yang
mendorong kakakku untuk
berbuat seperti itu. Kekasihnya pernah mengecewakannya,
kekasih yang dicintainya dan
menjadi tumpuan harapannya
ternyata telah menikah dengan
orang lain karena ia telah
menghamilinya. Kembali pada
masalah tadi, sejak itu aku jadi
sering berbincang-bincang
dengan kakakku mengenai
pengalaman seksnya yang
menurutku tidak wajar itu. Ia bercerita, selama menjalani
kehidupan sebagai lesbian, ia
sudah empat kali berganti
pasangan, tapi hubungannya
dengan mantan-mantan
pacarnya tetap berjalan baik. Begitulah kadang-kadang, ketika
ia kembali mengajak
pasangannya untuk tidur di
rumah, pikiranku jadi ngeres
sendiri. Aku sering
membayangkan kenikmatan yang tengah dirasakannya
ketika telingaku menangkap
suara erangan dan rintihan. Aku
tergoda untuk melakukannya. Pembaca, hubunganku yang
pertama dengan kakakku terjadi
awal tahun 2011, ketika ia baru
saja putus dengan pasangannya.
Ia memintaku menemaninya
tidur di kamarnya, dan kami menonton beberapa CD porno,
antara tiga orang cewek yang
sama-sama lesbian, dan aku
merinding karena terangsang
secara hebat mengingat
kakakku sendiri juga seperti itu. Awalnya, aku meletakkan
kepalaku di paha kakakku, dan ia
mulai mengelus-elus rambutku.
“Aku sayang kamu, makasih
ya, mau nemenin aku”,
katanya berbisik di telingaku. Mendengar hal itu, spontan aku
mendongakkan wajah dan
kulihat matanya berlinang,
mungkin ia teringat pada
kekasihnya. Refleks, aku
mencium pipinya untuk menenangkan, dan ternyata ia
menyambutnya dengan reaksi
lain. Di balasnya kecupanku
dengan ciuman lembut dari pipi
hingga ke telingaku, dan di sana
ia menjilat ke dalam lubang telingaku yang membuat aku
semakin kegelian dan nafsuku
tiba-tiba saja naik. Aku tak
peduli lagi meski ia adalah
kakakku sendiri, toh hubungan
ini tak akan membuatku kehilangan keperawanan.
Jadi
kuladeni saja dia. Ketika ia
menunduk untuk melepaskan
kancing-kancing kemejaku. Aku
menciumi kuduknya dan ia
menggelinjang kegelian.
“Oh.. all..”, desahnya.
Aku semakin liar menjilati
bagian tengkuknya dan memberi gigitan-gigitan kecil
yang rupanya disukai olehnya.
Ketika kusadari bahwa kemejaku
telah terlepas, aku merasa
tertantang, dan aku membalas
melepaskan T-shirt yang ia kenakan. Ketika ia menunduk
dan menjilati puting susuku
yang rupanya telah mengeras,
aku menggelinjang. Kakakku
demikian lihai mempermainkan
lidahnya, kuremas punggungnya.
“Oohh.. Kaakk, ah.. geli”, Ia
mendongak kepadaku menatap
mataku yang setengah terkatup,
dan tersenyum.
“Kamu suka?”. “Yah..”, kujawab malu-malu,
mengakui.
Ia kembali mempermainkan
lidahnya, dan aku sendiri
mengusap punggungnya yang
telanjang (kakakku tak biasa pakai bra ketika hendak tidur)
dengan kukuku, kurasakan
nafasnya panas di perutku,
menjilat dan mengecup. Aku
memeluknya erat-erat, dan
mengajaknya rebah di peraduan, lantas kutarik tubuhku sehingga
ia berada dalam posisi
telentang, kubelai payudaranya
yang kencang dan begitu indah,
lantas kukecup pelan-pelan
sambil lidahku terjulur, mengisap kemudian membelai
sementara jemariku bermain di
pahanya yang tidak tertutup. Aku menyibakkan rok panjang
yang dipakainya kian lebar, dan
kutarik celana dalamnya yang
berwarna merah sementara ia
sendiri mengangkat pantatnya
dari kasur untuk memudahkanku melepaskan CD
yang tengah dipakainya.
Ketika aku meraba ke pangkal
pahanya, sudah terasa begitu
basah oleh cairan yang
menandakan kakakku benar- benar sedang bergairah. Aku
sendiri terus menggelinjang
karena remasannya di
payudaraku, tapi aku ingin lebih
agresif dari pada dia, jadi
kubelai lembut kemaluannya, dan merasakan jemariku
menyentuh clitorisnya, aku
membasahi jemariku dengan
cairan yang ada di liang
senggamanya kemudian kuusap
clitorisnya, lembut pelan, sementara ia mendesah dan
kemudian meremas rambutku
kuat-kuat.
“Oh.. Yeahh.. Ukkhh, ahh,
terus, teruss, ahh”, celoteh
kakakku dengan ributnya. Aku terus mengusap clitoris
kakakku, dan tiba-tiba
kurasakan tubuhnya mengejang
kuat-kuat, jemarinya meremas
punggungku, lantas ia merebah
lemas. Aku memandang ke wajahnya
yang bersimbah keringat,
“Sudah Kak?” Ia mengangguk
kecil dan tersenyum.
“Thanks yah”, aku mengedik.
Aku belum puas, belum. Kukeringkan jemariku sekaligus
kemaluan kakakku, kemudian
aku turun, dan menciumi
pahanya.
“Ohh.. teruskan terus.. yeah..
terus..”, aku tak peduli dengan erangan itu, aku mendesakkan
kepalaku di antara kedua
pahanya dan sementara aku
mulai menjilati
selangkangannya, kulepaskan
ritsluiting rok kakakku, dan menariknya turun. Aku juga
melepaskan sendiri celana jeans
pendek yang tengah kupakai,
kemudian aku memutar
badanku sehingga kemaluanku
berada tepat di atas wajah kakakku. Ia mengerti dan segera
kami saling menjilat, pantat
serta pinggul kami terus
berputar diiringi desahan-
desahan yang makin menggila.
Aku terus menjilati clitorisnya, dan kadangkala kukulum, serta
kuberi gigitan kecil sehingga
kakakku sering berteriak
keenakan. Kurasakan jemarinya
bergerak mengelusi pantatku
sementara tangan kirinya merayap ke pinggir dipan. Sebelum aku menyadari apa
yang ia lakukan, ia menarik
tanganku dan menyerahkan
sebuah penis silikon kepadaku.
“Kak?”, bisikku tak percaya.
“Masukkan, masukkaan, please..” Ragu, aku kembali ke
posisi semula dengan ia terus
menjilati clitorisku, kumasukkan
penis buatan itu perlahan-lahan,
dan kurasakan ia meremas
pantatku kuat-kuat, pinggulnya berputar kian hebat dan kadang
ia mendorong pantatnya ke
atas, aku sendiri menyaksikan
penis itu masuk ke lubang
kemaluan kakakku dan asyik
dengan pemandangan itu, kusaksikan benda tersebut
menerobos liang senggamanya
dan aku membayangkan sedang
bersetubuh dengan seorang
lelaki tampan yang tengah
mencumbui kemaluanku. Lama kami berada dalam posisi
seperti itu, sampai suatu ketika
aku merasakan ada sesuatu di
dalam tubuhku yang
membuatku seolah merinding
seluruh tubuh karena nikmatnya, dan tahu-tahu aku
menegang kuat-kuat, “okh..
kaakk.. ahh.. ahh!” Tubuhku
serasa luluh lantak dan aku tahu
aku telah mengalami orgasme,
kucium paha kakakku dan kumasukkan penis silikon itu
lebih cepat, dan pada ritme-
ritme tertentu, kumasukkan
lebih dalam, kakakku
mengerang dan merintih, dan
terus-terang, aku menikmati pemandangan yang tersaji di
depanku ketika ia mencapai
orgasme. Terakhir, aku mencium
clitorisnya, kemudian perut,
payudara dan bibirnya. Lantas
ketika ia bertanya, “Nyesel nggak?” aku menggeleng
dengan tegas. Malam itu kami
tidur dengan tubuh telanjang
bulat, dan sekarang kami kian
sering melakukannya.