Desah Kenikmatan Mba Nita "Ne' apa
kabar, ada acara ga sore ini" Itulah
salam pembukaan telepon Mba Nita
sore itu. Mba Nita adalah gambaran
seorang istri kesepian seutuhnya.
Suaminya yang.... apa yah, aku baru sadar kalau Mba Nita belum pernah
cerita tentang suaminya. "Ngga ada
Mba" kataku "Ya udah kita main ke
puncak gimana?" "Ok2 aja" kataku
"Tapi ponakanmu itu ga usah diajak"
Aku tertawa saja. "Gini loh Ne' ya susah ceritanya pokoknya gw cuma
ajak you aja loh ya" Aku tertawa saja.
"Gini gini... I punya kenalan, yah gitu
deh, pokoknya kita aja sama dia"
"Yah udah terserah Mba aja lah" "You
dandan yang sexy yah" Katanya di lanjutkan dengan gelak tawa renyah
nya yang khas Aku sudah siap,
menunggu di ruang tamu. Mba Nita
katanya mau jemput. Benar saja satu
jam kemudian sebuah SUV berhenti di
depan pagar rumahku. Aku melihat Mba Nita duduk di sebelah kiri.
Seorang anak muda khas anak fitnes
pegang kemudi. Kekar berotot begitu
besar, hitam mungkin Ambon.
Entahlah. Duduk di belakang seorang
yang tidak kalah gagahnya dengan si supir. Mereka di kenalkan oleh Mba
Nita sebagai Agus dan Ferdi. Kedua
dua nya instruktur fitnes katanya.
Dalam perjalanan ke puncak kami
berempat terus bercanda canda.
Agus yang duduk di belakang sudah mulai berani melatahiku, setelah
sadar kalau aku latah. Pinggangku
sering menjadi sasaran nya sekedar
ingin mendengar latahku yang
kadang jorok. Mba Nita bilang
mereka baru saja kenalan di sebuah tempat kebugaran. "Ren" "Ya?" "Ferdi
itu gede loh" "Iyah keliatan nya sih
begitu" kataku lalu tertawa
"Bengkok dan berotot, banyak urat
uratnya" Lanjut Mba Nita yang
disambut tawa kami Selama perjalanan yang hampir 2 jam itu
terus saja kami bercanda canda saru.
Suasana sudah benar benar cair.
Beberapa kali tangan ferdi mampir ke
paha dan dadaku. Entah itu sekedar
menggoda atau memang sengaja memancing birahiku. Aku hanya
menikmati saja permainan ini. "Ren
mereka on drugs loh" "Wah? kerja
keras dong kita" Kataku sambil
tertawa. Aku mengerti maksudnya on
drugs adalah obat obat kuat model viagra atau sejenisnya. Mba Nita
memang sering mencekoki
berondong berondongnya dengan
obat obatan aneh aneh yang aku
sendiri tidak pernah tau apa merk
dan dimana belinya. Memang untuk urusan ini Mba Nita senang
mengajakku. Dia tahu diantara teman
teman kami hanya staminaku yang
benar benar bisa menandinginya.
Kami sampai di vila kira kira pukul 5
sore. Tanpa menunggu terlalu lama kulihat Agus sudah tanpa malu malu
mencumbu Mba Nita habis habisan.
Desah kenikmatan Mba Nita terus
keluar dari mulutnya tanpa henti.
Agus begitu agresif dalam
memperlakukan Mba Nita. Pelakuannya cenderung kasar.
Mungkin orang tertentu bisa
berprasangka ia sedang menyakiti
Mba Nita, karena perlakuan nya yang
demikian rupa serta ditambah desah
Mba Nita yang tidak karuan. Sudah 10 menit tubuh telanjang mereka
bertempur dalam peluh sementara
aku dan Ferdi terus saja menonton
sambil kami minum beberapa botol
corona. Sampai akhirnya Ferdi juga
ikut mengerayangi tubuhku seakan terbawa suasana. Aku merespon nya.
Aku sadar antara Ferdi dan Agus
seolah terjadi sebuah pertandingan.
Pertandingan mana diantara mereka
yang lebih hebat dalam
memperlakukan wanita. Mereka saling lirik dan lalu mencoba
melakukan lebih dari apa yang di
lihat dilakukan oleh teman nya. Aku
dan Mba Nita seakan menjadi objek
permainan mereka. Mereka seakan
berlomba siapa yang paling hebat. Peluh membasahi kami semua. Aku
dan Mba Nita benar benar kewalahan.
Hampir 1 jam mereka seperti itu
seolah olah ini adalah sebuah
pertandingan. Entah sudah berapa
kali aku mencapai orgasme ku. Begitu juga dengan Mba Nita. Entah
obat apa yang di cekoki Mba Nita
kepada mereka. Mereka berdua
seperti kesetanan. Seperti tidak ada
letihnya. Seperti punya tenaga begitu
banyak. Aku sendiri heran ada laki laki bisa sekuat ini. Sampai akhirnya
Mba Nita menyerah. "Udah Gus, udah
aku istirahat dulu, sana kamu sama
Karen aja" Agus menghampiriku.
Sebenarnya ia merasa iba kepadaku
yang begitu keras diperlakukan oleh ferdi. Selama beberapa saat ia hanya
duduk menonton teman nya
memompa tubuhku dengan keras
tanpa ampun. Waktu dia melihatku
aku hanya tersenyum saja, sementara
Ferdi terus menggenjot tanpa ampun di bawah sana. Entah Viagra model
apa ini aku ga tahu. Yang jelas Ferdi
sudah satu setengah jam di bawah
sana dengan ritme yang tinggi dan
tanpa ampun. "Tante Agus ikut boleh
ya?" Katanya sambil meremas payudaraku dengan perlahan. Aku
tersenyum saja sambil mengangguk
kecil. Beberapa kali Agus mencoba
memasukkan penisnya kemulutku,
namun terus saja meleset keluar
karena goyangan Ferdi yang begitu keras. Aku sendiri kasihan
melihatnya. "Tante biasa anal ga?"
Tanya Agus takut takut. Aku hanya
mengangguk lemah. Ferdi masih
terus menggenjot di bawah sana.
Akhirnya mereka melakukan itu terhadapku setelah Agus melumuri
nya dengan lubricant. Tubuhku
benar benar lemas di buatnya. Dua
penis raksasa itu seolah mengoyak
kedua lubangku tanpa ampun.