Pagi itu kulihat
Oom Pram sedang merapikan
tanaman di kebun, dipangkasnya
daun- daun yang mencuat tidak
beraturan dengan gunting. Kutatap
wajahnya dari balik kaca gelap jendela kamarku. Belum terlalu tua,
umurnya kutaksir belum mencapai
usia 50 tahun, tubuhnya masih kekar
wajahnya segar dan cukup tampan.
Rambut dan kumisnya beberapa
sudah terselip uban. Hari itu memang aku masih tergeletak di kamar
kostku. Sejak kemarin aku tidak
kuliah karena terserang flu. Jendela
kamarku yang berkaca gelap dan
menghadap ke taman samping
rumah membuatku merasa asri melihat hijau taman, apalagi di sana
ada seorang laki-lai setengah baya
yang sering kukagumi. Memang
usiaku saat itu baru menginjak dua
puluh satu tahun dan aku masih
duduk di semester enam di fakultasku dan sudah punya pacar
yang selalu rajin mengunjungiku di
malam minggu. Toh tidak ada
halangan apapun kalau aku
menyukai laki-laki yang jauh di atas
umurku. Tiba-tiba ia memandang ke arahku, jantungku berdegup keras.
Tidak, dia tidak melihaku dari luar
sana. Oom Pram mengenakan kaos
singlet dan celana pendek, dari
pangkal lengannya terlihat seburat
ototnya yang masih kecang. Hari memang masih pagi sekitar jam
9 :00 , teman sekamar kostku telah
berangkat sejak jam 6 :00 tadi pagi
demikian pula penghuni rumah
lainnya, temasuk Tante Pram istrinya
yang karyawati perusahaan perbankan. Memang Oom Pram sejak
5 bulan terakhir terkena PHK dengan
pesangon yang konon cukup besar,
karena penciutan perusahaannya.
Sehingga kegiatannya lebih banyak
di rumah. Bahkan tak jarang dia yang menyiapkan sarapan pagi untuk
kami semua anak kost-nya. Yaitu roti
dan selai disertai susu panas. Kedua
anaknya sudah kuliah di luar kota.
Kami anak kost yang terdiri dari 6
orang mahasiswi sangat akrab dengan induk semang. Mereka
memperlakukan kami seperti
anaknya. Walaupun biaya indekost-
nya tidak terbilang murah, tetapi kami
menyukainya karena kami seperti di
rumah sendiri. Oom Pram telah selesai mengurus tamannya, ia segera hilang
dari pemandanganku, ah seandainya
dia ke kamarku dan mau memijitku,
aku pasti akan senang, aku lebih
membutuhkan kasih sayang dan
perhatian dari obat-obatan. Biasanya ibuku yang yang mengurusku dari
dibuatkan bubur sampai memijit-mijit
badanku. Ah.. andaikan Oom Pram
yang melakukannya... Kupejamkan
mataku, kunikmati lamunanku
sampai kudengar suara siulan dan suara air dari kamar mandi. Pasti Oom
Pram sedang mandi, kubayangkan
tubuhnya tanpa baju di kamar mandi,
lamunanku berkembang menjadi
makin hangat, hatiku hangat,
kupejamkan mataku ketika aku diciumnya dalam lamunan, oh
indahnya. Lamunanku terhenti ketika
tiba-tiba ada suara ketukan di pintu
kamarku, segera kutarik selimut yang
sudah terserak di sampingku.
"Masuk..!" kataku. Tak berapa lama kulihat Oom Pram sudah berada di
ambang pintu masih mengenakan
baju mandi. Senyumnya
mengambang "Bagaimana Lina? Ada
kemajuan..?" dia duduk di pinggir
ranjangku, tangannya diulurkan ke arah keningku. Aku hanya
mengangguk lemah. Walaupun
jantungku berdetak keras, aku
mencoba membalas senyumnya.
Kemudian tangannya beralih
memegang tangan kiriku dan mulai memjit-mijit. "Lina mau dibikinkan
susu panas?" tanyanya. "Terima kasih
Oom, Lina sudah sarapan tadi,"
balasku. "Enak dipijit seperti ini?" aku
mengangguk.VDia masih memijit dari
tangan yang kiri kemudian beralih ke tangan kanan, kemudian ke
pundakku. Ketika pijitannya
berpindah ke kakiku aku masih diam
saja, karena aku menyukai pijitannya
yang lembut, disamping
menimbulkan rasa nyaman juga menaikkan birahiku. Disingkirkannya
selimut yang membungkus kakiku,
sehingga betis dan pahaku yang
kuning langsat terbuka, bahkan
ternyata dasterku yang tipis agak
terangkat ke atas mendekati pangkal paha, aku tidak mencoba
membetulkannya, aku pura-pura
tidak tahu. "Lin kakimu mulus sekali
ya." "Ah.. Oom bisa aja, kan kulit
Tante lebih mulus lagi," balasku
sekenanya. Tangannya masih memijit kakiku dari bawah ke atas berulang-
ulang. Lama-lama kurasakan
tangannya tidak lagi memijit tetapi
mengelus dan mengusap pahaku,
aku diam saja, aku menikmatinya,
birahiku makin lama makin bangkit. "Lin, Oom jadi terangsang, gimana
nih?" suaranya terdengar kalem
tanpa emosi. "Jangan Oom, nanti
Tante marah.." Mulutku menolak tapi
wajah dan tubuhku bekata lain, dan
aku yakin Oom Pram sebagai laki-laki sudah matang dapat membaca
bahasa tubuhku. Aku menggelinjang
ketika jari tangannya mulai
menggosok pangkal paha dekat
vaginaku yang terbungkus CD. Dan...
astaga! ternyata dibalik baju mandinya Oom Pram tidak
mengenakan celana dalam sehingga
penisnya yang membesar dan tegak,
keluar belahan baju mandinya tanpa
disadarinya. Nafasku sesak melihat
benda yang berdiri keras penuh dengan tonjolan otot di sekelilingnya
dan kepala yang licin mengkilat.
Ingin rasanya aku memegang dan
mengelusnya. Tetapi kutahan
hasratku itu, rasa maluku masih
mengalahkan nafsuku. Oom Pram membungkuk menciumku,
kurasakan bibirnya yang hangat
menyentuh bibirku dengan lembut.
Kehangatan menjalar ke lubuk hatiku
dan ketika kurasakan lidahnya
mencari-cari lidahku dan maka kusambut dengan lidahku pula, aku
melayani hisapan- hisapannya
dengan penuh gairah. Separuh
tubuhnya sudah menindih tubuhku,
kemaluannya menempel di pahaku
sedangkan tangan kirinya telah berpindah ke buah dadaku. Dia
meremas dadaku dengan lembut
sambil menghisap bibirku. Tanpa
canggung lagi kurengkuh tubuhnya,
kuusap punggungnya dan terus ke
bawah ke arah pahanya yang penuh ditumbuhi rambut. Dadaku berdesir
enak sekali, tangannya sudah
menyelusup ke balik dasterku yang
tanpa BH, remasan jarinya sangat ahli,
kadang putingku dipelintir sehingga
menimbulkan sensasi yang luar biasa. Nafasku makin memburu ketika dia
melepas ciumannya. Kutatap
wajahnya, aku kecewa, tapi dia
tersenyum dibelainya wajahku. "Lin
kau cantik sekali.." dia memujaku.
"Aku ingin menyetubuhimu, tapi apakah kamu masih perawan..?" aku
mengangguk lemah. Memang aku
masih perawan, walaupun aku
pernah "petting" dengan kakak
iparku sampai kami orgasme tapi
sampai saat ini aku belum pernah melakukan persetubuhan. Dengan
pacarku kami sebatas ciuman biasa,
dia terlalu alim untuk melakukan itu.
Sedangkan kebutuhan seksku
selama ini terpenuhi dengan
mansturbasi, dengan khayalan yang indah. Biasanya dua orang obyek
khayalanku yaitu kakak iparku dan
yang kedua adalah Oom Pram induk
semangku, yang sekarang setengah
menindih tubuhku. Sebenarnya
andaikata dia tidak menanyakan soal keperawanan, pasti aku tak dapat
menolak jika ia menyetubuhiku,
karena dorongan birahiku
kurasakan melebihi birahinya. Kulihat
dengan jelas pengendalian dirinya,
dia tidak menggebu dia memainkan tangannya, bibirnya dan lidahnya
dengan tenang, lembut dan sabar.
Justru akulah yang kurasakan
meledak-ledak. "Bagaimana Lin? kita
teruskan?" tangannya masih
mengusap rambutku, aku tak mampu menjawab. Aku ingin, ingin sekali,
tapi aku tak ingin perawanku hilang.
Kupejamkan mataku menghindari
tatapanbya. "Oom... pakai tangan
saja," bisikku kecewa. Tanpa
menunggu lagi tangannya sudah melucuti seluruh dasterku, aku
tinggal mengenakan celana dalam,
dia juga telah telanjang utuh. Seluruh
tubuhnya mengkilat karena keringat,
batang kemaluannya panjang dan
besar berdiri tegak. Diangkatnya pantatku dilepaskannya celana
dalamku yang telah basah sejak tadi.
Kubiarkan tangannya membuka
selangkanganku lebar- lebar. Kulihat
vaginaku telah merekah kemerahan
bibirnya mengkilat lembab, klitorisku terasa sudah membesar dan
memerah, di dalam lubang
kemaluanku telah terbanjiri oleh
lendir yang siap melumasi, setiap
barang yang akan masuk. Oom Pram
membungkuk dan mulai menjilat dinding kiri dan kanan kemaluanku,
terasa nikmat sekali aku menggeliat,
lidahnya menggeser makin ke atas ke
arah klitosris, kupegang kepalanya
dan aku mulai merintih kenikmatan.
Berapa lama dia menggeserkan lidahnya di atas klitosriku yang makin
membengkak. Karena kenikmatan
tanpa terasa aku telah menggoyang
pantatku, kadang kuangkat kadang
ke kiri dan ke kanan. Tiba-tiba Oom
Pram melakukan sedotan kecil di klitoris, kadang disedot kadang
dipermainkan dengan ujung lidah.
Kenikmatan yang kudapat luar biasa,
seluruh kelamin sampai pinggul,
gerakanku makin tak terkendali,
"Oom... aduh.. Oom... Lin mau keluar...." Kuangkat tinggi tinggi
pantatku, aku sudah siap untuk
berorgasme, tapi pada saat yang
tepat dia melepaskan ciumannya dari
vagina. Dia menarikku bangun dan
menyorongkan kemaluannya yang kokoh itu kemulutku. " Gantian ya
Lin.. aku ingin kau isap kemaluanku."
Kutangkap kemaluannya, terasa
penuh dan keras dalam
genggamanku. Oom Pram sudah
terlentang dan posisiku membungkuk siap untuk mengulum
kelaminnya. Aku sering
membayangkan dan aku juga
beberapa kali menonton dalam film
biru. Tetapi baru kali inilah aku
melakukannya. Birahiku sudah sampai puncak. Kutelusuri pangkal
kemaluannya dengan lidahku dari
pangkal sampai ke ujung penisnya
yang mengkilat berkali-kali. "Ahhh...
Enak sekali Lin..." dia berdesis.
Kemudian kukulum dan kusedot- sedot dan kujilat dengan lidah
sedangkan pangkal kemaluannya
kuelus dengan jariku. Suara desahan
Oom Pram membuatku tidak tahan
menahan birahi. Kusudahi permainan
di kelaminnya, tiba-tiba aku sudah setengah jongkok di atas tubuhnya,
kemaluannya persis di depan lubang
vaginaku. "Oom, Lin masukin dikit ya
Oom, Lin pengen sekali." Dia hanya
tersenyum. "Hati-hati ya... jangan
terlalu dalam..." Aku sudah tidak lagi mendengar kata- katanya. Kupegang
kemaluannya, kutempelkan pada
bibir kemaluanku, kusapu- sapukan
sebentar di klitoris dan bibir bawah,
dan... oh, ketika kepala kemaluanya
kumasukan dalam lubang, aku hampir terbang. Beberapa detik aku
tidak berani bergerak tanganku
masih memegangi kemaluannya,
ujung kemaluannya masih menancap
dalam lubang vaginaku. Kurasakan
kedutan-kedutan kecil dalam bibir bawahku, aku tidak yakin apakah
kedutan berasal dariku atau darinya.
Kuangkat sedikit pantatku, dan
gesekan itu ujung kemaluannya yang
sangat besar terasa menggeser bibir
dalam dan pangkal klitoris. Kudorong pinggulku ke bawah makin dalam
kenikmatan makin dalam, separuh
batang kemaluannya sudah melesak
dalam kemaluanku. Kukocokkan
kemaluannya naik-turun, tidak ada
rasa sakit seperti yang sering aku dengar dari temanku ketika
keperawanannya hilang, padahal
sudah separuh. Kujepit kemaluannya
dengan otot dalam, kusedot ke
dalam. Kulepas kembali berulang-
ulang. "Oh.. Lin kau hebat, jepitanmu nimat sekali." Kudengar Oom Pram
mendesis- desis, payudaraku
diremas-remas dan membuat aku
merintih- rintih ketika dalam
jepitanku itu. Dia mengocokkan
kemaluannya dari bawah. Aku merintih, mendesis, mendengus, dan
akhirnya kehilangan kontrolku.
Kudorong pinggulku ke bawah, terus
ke bawah sehingga penis Oom Pram
sudah utuh masuk ke vaginaku, tidak
ada rasa sakit, yang ada adalah kenikmatan yang meledak-ledak.Dari
posisi duduk, kurubuhkan badanku
di atas badannya, susuku menempel,
perutku merekat pada perutnya.
Kudekap Oom Pram erat-erat. Tangan
kiri Oom Pram mendekap punggungku, sedang tangan
kanannya mengusap-usap
bokongku dan analku. Aku makin
kenikmatan. Sambil merintih-rintih
kukocok dan kugoyang pinggulku,
sedang kurasakan benda padat kenyal dan besar menyodok-nyodok
dari bawah. Tiba-tiba aku tidak tahan
lagi, kedutan tadinya kecil makin
keras dan akhirnya meledak.
"Ahhh..." Kutekan vaginaku ke
penisnya, kedutannya keras sekali, nimat sekali. Dan hampir bersamaan
dari dalam vagina terasa cairan
hangat, menyemprot dinding
rahimku. "Ooohhh..." Oom Pram juga
ejakulasi pada saat yang bersamaan.
Beberapa menit aku masih berada di atasnya, dan kemaluannya masih
menyesaki vaginaku. Kurasai
vaginaku masih berkedut dan makin
lemah. Tapi kelaminku masih
menyebarkan kenikmatan. Pagi itu
keperawananku hilang tanpa darah dan tanpa rasa sakit. Aku tidak
menyesal.